Rabu, 11 Mei 2011

secangkir kopi

duduk dengan secangkir kopi.. dan saya siap menulis lagi..

apa kabar dunia? apakah harimu masih penuh dengan basa basi cinta?
;)
malah nyanyi
hihihi
  semangat lah!
dampak positip dari melihat segalanya dari sisi positip, ditulis dengan senyum mengembang dan semangat Goldy!

Selasa, 10 Mei 2011

Ini soal selera, Bung!

Obrolan singkat dengan salah seorang senior (yang sebenarnya saya belum pernah melihat wujud aslinya :hammer). Beliau menghujat saya dengan perhatian-perhatian pedas dalam bersepeda. Tentang betapa shocknya beliau pas tau sepeda saya tanpa rem sedangkan saya ­sama sekali belum bisa skid atau midskid, dan masih banyak hal lain yang jujur membuat saya merasa malu, risih, dan tetap berterima kasih.

Ya, jelas saya malu. Berulang kali rasanya saya bilang bahwa saya memilih sepeda ini bukan karena saya mengikuti trennya ababil, but see, penampilan sepeda saya dinilai ababiiil bangeeet  sama beliau. No offence  sih sebenernya. He’s totally right! Dia ingin kami para bikers bisa selamat sampai tujuan, nggak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. BETUL OM, ANDA BETUL! Ah tapi bukan sagitarius kalau nggak keras kepala alias ngeyelan. hihiihi..  Di samping karena memang budget buat beli rem belum ada, saya memang tidak berniat untuk membeli rem. Sekali lagi bukan karena saya ababil. Lha wong saya naek sepeda itu Cuma untuk rute kosan-kantor tok til kok, nggak kemana-mana lagi. Nggak ada yang bisa maksa saya untuk ikut Car Free Day-an, kampanye bike2work, atau ikut sejuta kegiatan komunitas sepedaan lainnya kan? Kalaupun ada orang-orang tertentu yang ingin saya ikut atau memaksa ikut itu, apa bedanya saya dengan para ababil yang ikut-ikutan temen-temennya ngumpul? :hammer

Risih. Hmm.. risih lah diomelin, dihujat.. ups ekstrim amat bahasanya. Bukan berarti saya tidak ingin menerima kritikan, tapi kalau sampe diminta janji kaaan rasanya kaya’ saya ini seorang pesakitan. Medan yang saya lalui bukan tanjakan tajam atau berbukit-bukit. Perlukah anda menguntit saya untuk membuktikan bahwa saya beneran ngesot-ngesot ke kantor saking hati-hatinya? Dan saya cukup tau diri untuk tidak ngebut. U just don’t know me so well, but u had judged me like that! Pahami dulu motif saya, jangan langsung men-judge. 

Berterima kasih. It is so clear, bagaimana pun saya sangat berterima kasih atas kritikan dan saran anda.
Well, rasanya berkumpul dengan suatu komunitas itu menyenangkan. Tapi tak jarang juga membuat kita muak ketika beberapa dari mereka mulai mengatur kita hanya didasarkan pada apa yang mereka lakukan atau mereka ketahui. Saran boleh, tapi nggak boleh maksa donk..
:p

Anyway, saya masih dan tetap cinta mati pada fixie saya. Saya akan hati-hati kok di jalan. Untuk komunitas  yang satu ini, mungkin sekarang sudah saatnya saya mulai vacuum. Saya rasa komunitas ini terlalu tinggi taste nya. saya yang pemula menjadi kaum marjinal, yang tersisihkan. Untuk kesekian kalinya mungkin saya akan bilang:
1.    Saya jatuh hati pada fixie, yang minimalis, yang ringan, yang macho, sporty tapi tetap bisa menjadi feminin karena warnanya yang cantik;
2.    Saya hanya ingin bersepeda. (titik). Tidak perlu segala tetek bengek tentang merk sparepart yang mahal, yang nyaman, yang seharusnya menurut mereka. This is my style, please dont force me to follow ur opinion!

3.    Jangan tanya lagi mengapa bukan sepeda lipet atau sepeda girly lainnya! Ini soal selera buung, emang pria doank yang boleh punya selera?
:p

Senin, 09 Mei 2011

fixie?? Ngikutin TREN ya??

untuk kesekian kalinya saya mendengar ada orang yang bertanya demikian pada saya.
Well, nggak perlu emosi tapi cukup ngelus dada juga sih dengernya. "mbok ya luweh nek aku pengen nggo fixie, dudu urusanmu to? wong yo dudu awakmu sik nukoke!?"
hahaha...
bukannya mau sok anggun atau gimana ya, tapi saya memang tidak ingin melontarkan kata-kata sesadis itu di depan si Penanya. yang boneng aja gan, tidak sepantasnya kita berkata kasar pada orang lain.
Am I still look like an ABABIL?
mungkin sudah saatnya saya mengatakan tentang kenapa sih milih fixie? kenapa nggak sepeda lipet aja? atau sepeda yang model cewek, MTB, blablabla? okey, kita kupas satu per satu.


1. sepeda lipet/folding bike
sepeda lipet pink
 kenapa saya nggak milih sepeda ini? Well, menurut saya sepeda lipet itu:
a. kaya' anak kecil. gimana yaa.. ya gitu lah, sepedanya kan rata-rata kecil, untuk ukuran tubuh saya yang segede ini rasanya nggak macho aja.. (#egh?!) ^^v
yaah kesannya jadi kaya' mendzolimi sepeda mungil itu.


b. sepeda ini bannya kecil (sesuai ma ukurannya yang emang kecil sih), tapi dengan ukuran roda yang kecil kan otomatis jarak tempuh per rotasi sepedanya jadi pendek juga. (mbuh istilahnya apa, pokoknya gitu lah). Pernah saya barengan sama mbak-mbak yang naek sepeda ini, dia udah ngos-ngosan berapa genjotan, eh saya cukup sekali genjot dah nempuh jarak yang sama kaya' dia. nggak pake ngos-ngosan pula.. hihihi..


c. dari awal sepeda ini booming juga saya nggak tertarik. bukan tipe saya pokoknya mah. (titik)


2. Sepeda Gunung a.k.a MTB


a. well, tampak sangat macho. tapi kalau warnanya pink? kog jadi aneh ya? MTB identik dengan cowok, (sekalipun adaa sih yang modelnya agak girly gitu_kaya'nya). tapi dari bentuknya yang ndut dan sangar.. saya gk minat dah..


b. yaa itu lah.. gk minat.
MTB pink
 3. sepeda cewek pada umumnya
sepeda mbuh, yg penting sepeda cewek
a. so girly. dulu pas SD pernah sih punya sepeda ginian, dan nggak enak banget, ringkih kalo orang jawa bilang. look like a princess dan saya nggak suka kaya' gitu, kesannya centil.. (apaa siih).


b. itu aja sih.


jadi motif saya naek sepeda adalah:
a. saya adalah orang yang males berolahraga, dengan bike2work, saya akan berolahraga tanpa saya niatin.
b. go green! ish.. tapi emang sih, saya pengen ikut mensukseskan go green, nggak perlu muluk-muluk, dari diri sendiri aja. Nyesek liat ibu kota yang penuh asap kaya' gini.
c. just bike. nggak pengen terikat dengan segala tetekbengek per-grup-an atau komunitas tertentu yang akhirnya justru nggak bikin enjoy atau merasa terpengaruhi.
I am a sagitarius. nggak suka terikat, nggak suka didikte.. jadi yaa... gitu laah.. :D

Tentang pemulung tua- gender: lelaki.

Mengapa setiap kali melihat pemulung yang berjenis kelamin pria saya merasa lebih iba daripada pemulung wanita? Apakah ini sebuah kelainan semacam oedipus complex?! Siyaaal! Bukan lah, emang saya cewek cantik apaan! :p
Semua berawal dari kata KAKEK. Saya punya dua kakek kandung (rasanya semua orang didunia ini pasti punya dua deh yang kandung :hammer). Mbah Mitro, kakek saya dari keluarga ibu, alias bapaknya ibuk. Beliau adalah seorang sosok yang tegas, yang disegani oleh orang-orang di kampung saya, bahkan konon juga disegani oleh binatang melata yang bernama: ular. Entah cerita mistis darimana, tapi kata orang-orang di rumah dan sekitarnya, ular selalu hormat pada mbah Mitro. Beberapa ular gedhe konon dengan lulut dan manutnya tunduk kepada mbah. Bahkan kata ibuk, dulu beliau pernah bertarung dengan seekor ular raksasa yang tinggal di goa dekat kuburan di daerah mbaros (kampung sebelah). Nggak tau itu beneran bener atau nggak, yang jelas saya kagum pada kakek saya yang satu ini. And guess what? Beliau meninggal dunia saat saya masih SD. ;( ;( ;(
Memori yang selalu saya ingat saat bersama beliau adalah setiap pagi, dengan ditemani segelas kopi hitam, beliau duduk di bangku depan rumah, memakai sarung dan momong kami, cucu-cucunya. Tuuuh kan jadi kangen mbah.. hiks.
Hufh..
Oke deh, langsung lanjut ke kakek saya yang kedua. Kakek dari keluarga bapak, alias bapaknya bapak. Mbah Bas namanya. Beliau tampak gagah dan selalu sehat, tidak merokok, rajin beribadah (beliau mengurus masjid di kampungnya), dan juga mantan atlit sepakbola terkenal tempo dulu (terkenal di kampung :p). Ah saya juga ngefans sama kakek yang satu ini. Beliau juga suka travelling dan rajin mengunjungi kami, cucu-cucunya yang kebetulan berumah agak jauh (15 menit perjalanan by angkot sih :p). Pokoknya hal yang paling saya sukai dari beliau adalah rajinnya beliau dalam hal beribadah, tiap adzan pasti ke Masjid. All thumb up lah buat mbah Bas. Banyak memori  tentang beliau yang tidak bisa saya ceritakan satu persatu. Dan di suatu pagi, saat saya akan mengikuti try out bahasa inggris SMA (saya kelas 3 SMA waktu itu), saya mendapatkan telepon dari sepupu saya. “gek opo nduk? Tak omongi tapi dian kudu kuat yo.. dian saiki mulih, mbah Bas dipanggil sing Maha Kuasa..” (lagi apa, Nduk? Mbak beritahu tapi dian harus kuat ya, mbah bas dipanggil yang maha kuasa). DEG! Tanpa pikir panjang saya pun pulang menempuh perjalanan 1,5 jam untuk tiba di rumah mbah. Nggak bisa nahan buat nggak nangis saat melihat sosok yang selama ini saya kagumi, dengan tubuhnya yang masih tampak gagah, terbujur kaku di atas pembaringan. Untuk pertama dan terakhir kalinya (setelah saya dewasa ini) saya mencium beliau. Nangis nih nulisnya. Wanna stop this story soon, sampai saya kuat untuk cerita lagi L
Well, jadi karena saya sudah tidak punya kakek lagi, saya merasa selalu iba melihat seorang pria tua yang masih bekerja berat. Dimana sih cucu-cucunya? Dimana anak dan keluarganya? Tega banget si kakek kerja kaya’ gitu!
Itulah...


Kangen kakek kangen kakek kangen kakek...

Minggu, 08 Mei 2011

Memaknai hidup

pagi ini test drive sepeda Bunny. Niat awal sih emang karena kami pengen nyari sarapan... hihihi.. soto ceker surabaya yang maknyus ituu looh. Ah tapi setibanya disana malah sotonya belum buka. (ternyata emang nggak buka, karena siangnya kami juga kesana lagi-niat banget!)
alhasil, kami pun memutuskan untuk kembali ke kosan. Sebelum itu, kami mencari sarapan dulu ke warteg cempaka baru, tempat biasanya kami makan. Disana kami memesan makanan favorit kami, nasi-sayur-ayam goreng (yang kaya’nya digoreng pake campuran telur dan tepung).  Nyaaaam...
tapi kali ini rasanya ada yang berbeda. Ayam yang saya makan berasa aneh, dan berwarna aneh juga. Saya pun mengadu pada Bunny yang langsung menawarkan untuk menukar ayamnya dengan ayam yang sedang saya makan. Icip dikit, eh sama Bunny langsung dibuang tuh ayam. Tampaknya ayam itu adalah ayam yang mati sebelum di sembelih. U know what?? BANGKAI!! Hal ini bisa diliat dari warna daging ayam yang memerah, menandakan bahwa darah dari si ayam tidak mengalir sempurna seperti halnya ketika ayam itu disembelih. Astaghfirullah... bukan sepenuhnya salah  mbak-mbak penjualnya sih, saya yakin mbaknya nggak sengaja menjual ayam itu. Tapi sebagian dari bangkai itu sudah saya makan.. L ampuni hamba ya Rabb, hamba tidak sengaja..
howek howeek...
dari itu, saya pun membagi dua ayam yang tadi diberikan Bunny, sedangkan potongan bangkai ayamnya kami buang. Nah, saat membuang ayam itu, seorang pemulung lelaki yang sudah tua berjalan pelan sambil menatap lekat ke ayam yang kami buang. Tau gimana perasaan saya? DEG! Well, saya tidak menyesal membuangnya karena itu bangkai, tapi melihat tatapan Pak tua itu? Ah susahnya mengungkapkan dalam kata-kata disini. Yang jelas, satu hal yang sering ingin saya lakukan ketika melihat pemulung tua, terutama lelaki saat saya sedang makan (kebetulan beberapa kali saya bertemu mereka) adalah membelikan sebungkus nasi pada mereka. Tapi apa yang saya lakukan? Saya hanya memandang iba, and do nothing untuk alasan yang sungguh tidak masuk akal rasanya. (kasi tau nggak ya alesannya apa? Nggak ah..) Ya Rabb, berikan saya kesempatan lagi, insyaAllah saya akan lakukan niat saya.

Dan sekarang saya sedang menangisi nasi yang sering saya buang karena porsinya kebanyakan. Astaghfirullah.. astaghfirullah.. astaghfirullah... ampuni hambaMu yang dzalim ini ya Rabb...

Sabtu, 07 Mei 2011

Welcome, Dee! (part II)


Masihkah layak saya mengeluh dengan segala keadaan yang saya alami? Sementara jauh di luar sana banyak orang yang bahkan tidak sanggup bermimpi untuk menjadi seperti saya..
Kini, kembali saya merindukan rasa damai itu. Rasa yang sebenarnya berasal dari sugesti ringan, tentang syukur, tentang ikhlas, tentang positif thinking pada kehendakNya.
Saya tau pada siapa seharusnya saya mengadu..
:)

Welcome back, Dee! (part I)



Terombang ambing dalam jutaan rasa ragu dan resah.. saya lelah merasakan kelelahan. Sekian lama saya merutuki nasib, enggan menerima kenyataan pahit dan perlahan mulai menghujat, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan keadaan, diam meratap, mengasihani diri sendiri dengan beribu pembelaan yang justru membuat segalanya semakin membuat saya menderita.
Mengais sisa sisa asa yang nyatanya saya tau pasti kemana arahnya. Saya tau pasti apa jawabnya, sedangkan jiwa ini tetap tak ingin beranjak, menikmati bongkahan rasa malas dan kecewa yang tak henti membuat saya muak bahkan pada sesuatu yang sungguh; percuma.
Andai, saya tak ingin lagi berandai..
Cukup, saat ini ingin segera saya cukupkan..
Saya tak lagi akan menoleh pada ketidakpastian dan keputusasaan.. saya bosan menjadi si Dungu yang seolah-olah tak tau apa yang dituju.
Saatnya saya kembali menatap hamparan hambatan di depan, dan saya tidak akan menangis lagi. Saya belum kalah, saya siap menghalau badai yang datang.
Yeah, I am back!